Breaking

Sunday, March 4, 2018

Penjelasan Materi Artikel, Majalah Dinding, Frasa, Cerpen, Laporan Penelitian, Ikhtisar, Biografi Secara Lengkap





1. ARTIKEL DAN MAJALAH DINDING
Artikel merupakan bentuk karangan yang berisi analisis suatu fenomena alam atau sosial dengan maksud menjelaskan siapa, apa, kapan, di mana, bagaimana, dan mengapa fenomena itu terjadi. 
Artikel-artikel dalam berbagai majalah dan surat kabar pada umumnya dapat digolongkan sebagai karangan eksposisi. Karangan eksposisi biasanya berisi penjelasan-penjelasan yang bersifat informatif atau instruktif tentang berbagai aspek kehidupan, seperti pendidikan, agama, keuangan, kesehatan, keluarga, olahraga, ilmu dan teknologi, kesusastraan, hukum, dan lain-lain.

Artikel juga dapat digolongkan sebagai karangan argumentasi. Karangan argumentasi pada umumnya bertujuan untuk meyakinkan pembaca akan pendapat atau sikap pengarang tentang suatu hal. Untuk tujuan itu, pengarang biasanya mengemukakan fakta-fakta, analisis fakta-fakta itu, dan kesimpulan berdasarkan analisis tersebut. Semua ini merupakan argumentasi yang digunakan oleh pengarang untuk meyakinkan pembaca.

MAJALAH DINDING
Kegiatan yang berkaitan dengan hal tersebut adalah kegiatan penulisan artikel yang dipublikasikan melalui majalah dinding atau mading. Latihan ini akan sangat berguna untuk mengasah kemampuan Anda dalam mempersiapkan diri masuk kalangan intelektual.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan majalah dinding adalah sebagai berikut:
1. Jarak pandang, majalah dinding harus dapat dibaca jelas pada jarak + 2 m. Tata Letak untuk majalah dinding 
2. Layout (tata letak), jangan hanya memperhitungkan segi seni/keindahan, tetapi utamakan kenyamanan dan kejelasan membaca. Majalah dinding + berukuran 60 x 
3. Ukuran 80 cm, atau disesuaikan dengan tempatnya.
4. Isi artikel, artikel harus bersifat netral atau tidak ada tujuan memihak siapapun. 
5. Tema , harus fokus pada satu tema, misalnya lingkungan, sosial, seni, musik, dan lain-lain.
6. Pembaca,harus disesuaikan dengan calon pembaca. 
7. Bahasa, agar terbiasa dengan bahasa baku, usahakan tulisan menggunakan bahasa baku yang menarik. 
8. Isi madding, Opini, fakta, problematika masalah pelajar dan penyelesaiannya, 

2. NOVEL
Novel Indonesia merupakan novel yang ditulis oleh orang Indonesia dengan latar belakang budaya Indonesia. Novel Indonesia menceritakan tentang kehidupan masyarakat Indonesia, baik masa kini maupun masa yang sudah lalu.

UNSUR INTRINSIK NOVEL
a. Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman,1990:79).
b. Perwatakan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh (Sudjiman, 1990:79).
c. Alur/plot adalah jalinan peristiwa dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu.
d. Sudut pandang adalah posisi pencerita dalam membawa kisahan, boleh jadi ia tokoh dalam ceritanya (pencerita akuan),bisa jadi pula berada di luarnya (pencerita diaan).
e. Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca/penonton/pendengar.
f. Latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.
g. Gaya bahasa adalah cara pengarang mengungkapkan gagasannya melalui bahasa yang digunakannya.

UNSUR EKSTRINSIK NOVEL
Merupakan unsur dari luar yang turut mempengaruhi terciptanya karya sastra. Unsur ekstrinsik meliputi biografi pengarang, keadaan masyarakat saat karya itu dibuat, serta sejarah perkembangan karya sastra. Nilai-nilai dalam karya sastra dapat ditemukan melalui unsur ekstrinsik ini. Seringkali dari tema yang sama didapat nilai yang berbeda, tergantung pada unsur ekstrinsik yang menonjol. 

Nilai-nilai yang terkandung biasanya :
a. Nilai social masyarakat, sifat yang suka memperhatikan kepentingan umum (menolong, menderma, dan lain-lain).
b. Nilai politik, Nilai yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku
c. Nilai ekonomi Nilai yang berkaitan dengan pemanfaatan dan asas-asas produksi, distribusi, pemakaian barang, dan kekayaan (keuangan, tenaga, waktu, industri, dan perdagangan).
d. Nilai filsafat, hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya.
e. Nilai budaya Nilai yang berkaitan dengan pikiran, akal budi, kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat suatu tempat yang menjadi kebiasaan dan sulit diubah.

ANALISIS NOVEL
Apabila kita menganalisis sebuah hasil karya sastra, kita dapat meninjau dari dua unsur,yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Kedua unsur tersebut sama pentingnya. Unsur intrinsik secara langsung dapat ditemukan di dalam hasil karya sastra itu setelah dibaca dengan cermat, sedangkan unsur ekstrinsik merupakan unsur dari luar yang turut mempengaruhi terciptanya karya sastra.

Unsur ekstrinsik meliputi biografi pengarang, keadaan masyarakat saat karya itu dibuat, serta sejarah perkembangan karya sastra. Melalui sebuah karya novel kita kadang secara jelas dapat memperoleh sedikit gambaran tentang biografi pengarangnya. Melalui sebuah novel kita pun dapat memperoleh gambaran tentang budaya dan keadaan masyarakat tertentu saat karya itu dibuat. Misalnya, novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli menggambarkan budaya kawin paksa pada saat novel tersebut dibuat. 
Untuk menganalisis sebuah novel, kita perlu memperhatikan hal-hal berikut ini.
Unsur intrinsik
Tokoh, Perwatakan, Plot, Tema, Sudut pandang, Amanat, Latar, Gaya bahasa
Unsur Ekstrinsik
Biografi pengarang, Kondisi Sosial, Politik, Filsafat,dsb

3. SURAT KUASA
Pemakaian surat kuasa di dalam suatu organisasi dapat dibedakan sebagai berikut.
1. Surat kuasa untuk keperluan internal organisasi
Surat kuasa yang dipakai di dalam lingkungan suatu organisasi pada dasarnya lebih merupakan formalitas saja. Karena itu, dalam surat kuasa yang bersifat intern, data pribadi kedua belah pihak tidak perlu dicantumkan secara rinci.

2. Surat kuasa untuk keperluan ekstern organisasi
Di dalam surat kuasa untuk keperluan ekstern organisasi harus dicantumkan secara jelas dan rinci.
a. Data pribadi pihak yang memberi kuasa.
b. Data pribadi pihak yang diberi kuasa.
c. Bentuk kekuasaan yang diberikan lengkap dengan batas-batasnya.
Bila menyangkut aspek hukum atau uang yang bernilai mulai lima ratus ribu rupiah, surat kuasanya harus dibubuhi meterai. Besar nilai meterai disesuaikan dengan peraturan yang berlaku pada saat pembuatan surat kuasa. Letak meterai adalah pada posisi pemberi kuasa. Surat kuasa tidak perlu diberi meterai jika ditulis di atas kertas segel. Surat kuasa dikatakan sah jika telah ditandatangani oleh kedua belah pihak. 

Proses penandatanganan hendaknya sebagai berikut.
a. Yang mula-mula membubuhkan tanda tangan adalah pihak yang diberi kuasa. Pelaksanaannya harus di hadapan pihak yang memberi kuasa.
b. Setelah itu baru pemberi kuasa. Sangat salah apabila terjadi proses penandatanganan yang terbalik sebab kemungkinan untuk memanipulasi surat kuasa tersebutpeluangnya sangat besar.

4. DRAMA
Drama dapat dipertunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti pementasan teater, sandiwara, lenong, film, sinetron, dan sebagainya. Semua bentuk drama itu tercipta dari dialog-dialog yang diperankan mengidentifikasi peristiwa, pelaku, dan perwatakan oleh pemain-pemain dengan didukung latar yang sesuai. 

Drama sebagai salah satu bentuk tontonan sering kita sebut dengan istilah teater, lakon, sandiwara, atau tonil. Menurut perkembangannya, bentuk drama di Indonesia mulai pesat pada masa pendudukan Jepang. Unsur dalam drama tidak jauh berbeda dengan unsur dalam cerpen, novel, maupun roman. Dialog menjadi ciri formal drama yang membedakannya dengan bentuk prosa yang lain. Selain dialog, terdapat plot/alur, karakter/tokoh, dan latar/setting. Apabila drama sebagai naskah itu dipentaskan, maka harus dilengkapi dengan unsur: gerak, tata busana, tata rias, tata panggung, tata bunyi, dan tata sinar. 

Yang perdu diidentifikasi dalam pementasan drama adalah sebagai berikut :
1. Konflik adalah ketegangan di dalam cerita rekaan atau drama; pertentangan antara dua kekuatan. Pertentangan ini dapat terjadi dalam diri satu tokoh, antara dua tokoh, antara tokoh dan masyarakat lingkungannya, antara tokoh dan alam, serta antara tokoh dan Tuhan. 
2. Dialog adalah  percakapan di dalam karya sastra antara dua tokoh atau lebih; 
3. Peristiwa adalah kejadian yang penting, khususnya yang berhubungan dengan atau merupakan peristiwa yang mendahuluinya.
4. Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita. 
5. Watak (Character) adalah sifat dan ciri yang terdapat pada tokoh, kualitas nalar dan jiwanya yang membedakannya dari tokoh lain

Dialog dalam drama memiliki fungsi sebagai berikut.
a. Melukiskan watak tokoh-tokoh dalam cerita.
b. Mengembangkan plot dan menjelaskan isi cerita kepada pembaca atau penonton.
c. Memberikan isyarat peristiwa yang mendahuluinya.
d. Memberikan isyarat peristiwa yang akan datang.
e. Memberikan komentar terhadap peristiwa yang sedang terjadi dalam drama tersebut.

Drama memeliki dua aspek, yaitu aspek cerita dan aspek pementasan.
a. Aspek cerita
Aspek cerita mengungkapkan peristiwa atau kejadian yang dialami pelaku. Kadang-kadang pada kesan itu tersirat pesan tertentu. Keterpaduan kesan dan pesan ini terangkum dalam cerita yang dilukiskan dalam drama.
b. Aspek pementasan
Aspek pementasan drama dalam arti sesungguhnya ialah pertunjukan di atas panggung berupa pementasan cerita tertentu oleh para pelaku. Pementasan ini didukung oleh dekorasi panggung, tata lampu, tata musik dsb. 

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membacakan dialog drama
1. Lafal adalah cara seseorang mengucapkan bunyi bahasa
2. Intonasi adalah lagu kalimat/ketepatan tinggi rendahnya nada (pembaca dialog/berita)
3. Nada adalah tinggi rendah ucapan/ungkapan keadaan jiwa atau suasana hati
4. Tempo adalah waktu/kecepatan gerak atau kecepatan artikulasi suara.

Oleh seorang pemeran drama, watak tokoh akan digambarkan dengan:penampilan fisik (gagah, bongkok, kurus, dan sebagainya); penampilan laku fisik (lamban, keras, dinamis, dan sebagainya); penampilan vokal (lafal kata-kata, dialog, nyanyian, dan sebagainya); dan penampilan emosi dan IQ (pemarah, cengeng, licik, dan sebagainya). Hal tersebut dapat dipelajari dan dilatih dengan olah vokal/suara dan olah sukma. 
Seorang pemain drama yang baik adalah seorang yang memiliki kemampuan: berakting dengan wajar; menjiwai atau menghayati peran; terampil dan kreatif; berdaya imajinasi kuat; dan mengesankan (meyakinkan penonton).

Agar mempunyai kemampuan sebagai pemain drama yang baik, ada empat hal lagi yang harus diperhatikan.
A. Ekspresi wajah
1. Ekspresi mata
Mata merupakan pusat ekspresi sehingga harus diolah, dilatih, dan disesuaikan terlebih dahulu sesuai dengan berbagai emosi. Cobalah berlatih di depan cermin untuk menunjukkan rasa girang, marah, dan sebagainya dengan berimajinasi/membayangkan suatu hal!
2. Ekspresi mulut
Sesudah ekspresi mata dilatih/disesuaikan, baru ekspresi mulut, karena perasaan yang terpancar dari mata merambat ke mulut dengan cara yang sama. Usahakan ekspresi mata sejalan/sesuai dengan ekspresi mulut sehingga keduanya saling mendukung dan mempertegas emosi yang akan ditonjolkan melalui ekspresi seluruh wajah.

B. Keterampilan kaki
Pemain pemula banyak yang berpenampilan kaku karena kaki seperti tertancap paku. Kaki harus membuat pemain lebih hidup. 

C. Suara dan ucapan
Jika kita bermain tanpa pengeras suara, maka dituntut suara yang lantang agar dapat meraih sejauh mungkin pendengar. 
D. Penafsiran/Interpretasi
Dalam penafsiran seorang pemain harus memahami keseluruhan cerita yang dijalin dalam plot tertentu serta mengenal watak tokoh yang diperankannya. 

5. IKHTISAR
Ikhtisar adalah Penyajian singkat dari suatu karangan asli tetapi tidak mempertahankan urutan isi dan sudut pandangan pengarang asli (Keraf,1980:262).
Cara Membuat Ikhtisar
1. 1 . Membaca naskah asli berulangulang.
2. Mencatat gagasan utama dan buanglah ilustrasi dan gaya bahasa.
3. 3 . Membuat reproduksi (gagasan utama disusun berdasarkan tingkat urgensinya secara sistematis).
4. Ketentuan tambahan: Rumuskan gagasan dalam kalimat tunggal.

6. BIOGRAFI
Biografi adalah buku riwayat hidup seseorang tokoh yang berisi antara lain identitas tokoh sejak kecil sampai tua, bahkan sampai meninggal, jasa-jasanya, buah karya, dan segala yang dihasilkannya. Biografi ditulis orang lain, sedangkan autobiografi ditulis sendiri oleh yang bersangkutan. 

7. MENULIS LAPORAN PENELITIAN
Penelitian adalah kegiatan mempelajari sesuatu dengan saksama, terutama untuk menemukan fakta-fakta baru atau informasi tentang sesuatu itu untuk menemukan teori-teori baru, premis-premis, dalil-dalil, atau kaidah-kaidah.
Pemaparan isi laporan penelitian berhubungan dengan masalah yang diteliti, latar belakang masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup masalah, anggapan dasar, hipotesis, teori yang digunakan, penentuan sumber data, pengumpulan data, dan pengolahan data melalui deskripsi analisis dan interpretasi.

Penelitian dibedakan menjadi dua, yaitu penelitian deskriptif dan penelitian eksperimental. Penelitian deskriptif adalah kegiatan mengamati, mengumpulkan data, menganalisis data, dan menyimpulkan apa adanya, tanpa ada perlakuan apa pun dalam proses penelitiannya. Contoh penelitian deskriptif adalah survei. Penelitian eksperimental adalah penelitian yang berusaha memberi perlakuan atas objek yang dikaji, misalnya mencoba mencampur zat X dengan zat Y kondisi normal dibandingkan dengan kondisi hampa udara.

Laporan penelitian terbagi dalam lima bab.
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang dilakukannya penelitian, masalah penelitian, dan tujuan penelitian.
Bab II Kerangka Teori
Bab ini berisi penjelasan teori yang digunakan untuk melakukan penelitian.
Bab III Metode Penelitian
Bab ini memaparkan metode penelitian yang digunakan, misalnya menggunakan metode penelitian deskriptif.
Bab IV Analisis Data
Bab ini berisi analisis data untuk menghasilkan penemuan seperti yang telah disebutkan dalam tujuan penelitian.
Bab V Kesimpulan
Bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian.

Ketika Anda akan membuat laporan penelitian, hal-hal yang harus dipersiapkan adalah:
a. menentukan topik penelitian,
b. membatasi topik dan menentukan judul penelitian,
c. menentukan masalah dan tujuan peneliatian,
d. menulis teori yang digunakan dalam penelitian,
e. menetapkan metode penelitian, dan
f. menetapkan instrumen pengumpul data.

Ketika Anda melakukan penelitian dengan metode penelitian deskriptif, hendaknya Anda menjelaskan:
a. sasaran penelitian,
b. data yang dikumpulkan,
c. cara mengumpulkan data, dan
d. instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data.

Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan ketika Anda melakukan pengumpulan dan analisis data.
a. Menyiapkan instrumen pengumpulan data. Instrumen dapat dilakukan dengan wawancara narasumber atau menyebar kuesioner.
b. Melakukan pencatatan data dokumenter yang relevan dengan masalah yang akan diteliti.
c. Melakukan transkrip data yang berupa data lisan atau merangkum data yang berupa kuesioner.
d. Melakukan identifikasi, penyeleksian, pengklasifikasian, dan pengurutan data yang diperoleh dengan masalah penelitian yang akan dipecahkan.
e. Melakukan analisis data dengan cara menafsirkan maskan setiap kelompok data sesuai dengan kerangka teori yang digunakan.

8. FRASA
Frasa adalah kesatuan yang terdiri atas dua kata atau lebih yang masing-masing mempertahankan makna dasar katanya dan tidak melampaui batas dan fungsi. Sebuah frasa mempunyai suatu unsur inti atau pusat, sedangkan unsur lain disebut penjelas. Contoh: petani muda, tepi sawah, dan lereng gunung. Kata petani, tepi dan lereng adalah unsur inti sedangkan muda, sawah, dan gunung disebut penjelas

Penggolongan frasa berdasarkan kelompok kata dapat dibedakan menjadi dua.
1. Frasa Endosentris
a. Frasa endosentris atributif terdiri atas inti dan penjelas.
Contoh:
Pelaku peledakan / sedang tersenyum
i nti penjelas / penjelas inti
Frasa pelaku peledakan disebut juga frasa atribut berimbuhan
karena penjelasnya merupakan kata berimbuhan.
b. Frasa endosentris koordinatif adalah frasa yang unsur pembentuknya merupakan kata yang sederajat kedudukannya.
Contoh:
Mereka menangis dan meratapi nasibnya.
c. Frasa endosentris apositif bersifat keterangan yang ditambahkan atau diselipkan.
Contoh:
Pak Andi, camat kami, sedang menghadiri pertemuan.

2. Frasa Eksosentris
Bila gabungan tersebut berlainan kelasnya dari unsur yang membentuknya. Kedua gabungan kata tersebut tidak dapat dipisahkan karena merupakan satu kesatuan. 
Contoh :
- Ia pergi ke Bandung bersama ayah.
- Ia pergi ke sekolah tanpa pamit kepada ayah.
- Ia bekerja sebagai guru.

Penggolongan frasa berdasarkan kelas kata
Selain klasifikasi berdasarkan inti atau pusat, frasa juga dapat dibedakan berdasarkan kelas kata yang menjadi inti frasa tersebut.
1. Frasa Nominal, inti frasanya adalah kata benda.
Contoh: rumah besar, pengetahuan umum, dan guru baru.
2. Frasa Verbal, inti frasanya adalah kata kerja. 
Contoh: bertanam sayur, menerima tamu, dan membaca berita.
3. Frasa Adjektival, bila inti frasanya ber-bentuk kata sifat.
Contoh: sangat tinggi, sangat menakjubkan, dan cantik sekali.
4. Frasa Preposisional, bila intinya di bawah pengaruh sebuah preposisi.
Contoh: dengan senjata tajam, ke sekolah, bagi ayah saya, dan dari pasar.

Selain contoh di atas, frasa juga dapat dibedakan atas:
1. Frasa setara, bila kedudukan kata-katanya sederajat.
Contoh: ayah ibu, kakak adik, dan suami istri.
2. Frasa bertingkat, bila gabungan kata itu ada yang menjadi inti.
Contoh: rumah itu, petani muda, dan sangat nakal.

9. CERPEN
Di Indonesia cerpen mulai ditulis sekitar 1930. kumpulan cerpen pertama adalah ”Teman duduk” karya M. Kasim (1936). Cerpen kemudian dikembangkan oleh pengarang Pujangg Baru, seperti Armin Pane dan Hamka. Selanjutnya cerpen berkembang dengan pesat. Bahkan kini merupakan bentuk prosa yang dominan karena mudah disampaikan melalui surat kabar, majalah, dan radio. Suman H.S. dikenal sebagai Bapak Cerpen dan Novelis Indonesia. Novel pertamanya adalah Kasih Tak Terlerai (1929). 

Unsur-unsur cerpen
A. Unsur Intrinsik Cerpen
1. Penokohan
Tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan (Panuti Sudjiman, 1988:16). 
Tokoh merupakan bagian atau unsur dari suatu kebutuhan artistik yaitu karya sastra yang harus selalu menunjang kebutuhan artistik itu, Kennye dalam Panuti Sudjiman (1966:25). 
Penokohan dalam cerita rekaan dapat diklasifikasikan melalui jenis tokoh, kualitas tokoh, bentuk watak dan cara penampilannya. Menurut jenisnya ada tokoh utama dan tokoh bawahan. Yang dimaksud dengan tokoh utama ialah tokoh yang aktif pada setiap peristiwa, sedangkan tokoh utama dalam peristiwa tertentu (Stanton, 1965:17). 

2. Alur
Pengertian alur dalam cerita pendek atau dalam karya fiksi pada umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa, sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita (Aminuddin, 1987:83). 
Alur atau plot adalah rentetan peristiwa yang membentuk struktur cerita, dimana peristiwa tersebut sambung sinambung berdasarkan hukum sebab-akibat (Forster, 1971:93). 
Alur merupakan kerangka dasar yang amat penting. Alur mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain, bagaimana satu peristiwa mempunyai hubungan dengan peristiwa lain, bagaimana tokoh digambarkan dan berperan dalam peristiwa itu yang semuanya terikat dalam suatu kesatuan waktu.

Sehubungan dengan penjelasan tersebut di atas menurut tasrif ada lima hal yang perlu diperhatikan pengarang dalam membangun cerita, yaitu : (1) situation, yakni pengarang mulai melukiskan suatu keadaan, (2) generating circumstances, yaitu peristiwa yang bersangkutan-paut, (3) ricing action, keadaan mulai memuncak, (4) climax, yaiut peristiwa mencapai puncak, dan (5) document, yaitu pengarang telah memberikan pemecahan persoalan dari semua peristiwa. 
Dikatakan alur yang berhasil, jika alur yang mampu menggiring pembaca menyelusuri cerita secara keseluruhan, tidak ada bagian yang tidak ditinggalkan yang dianggap tidak penting. 

3. Latar
Menurut pendapat Aminuddin (1987:67), yang dimaksud dengan setting/latar adalah latar peristiwa dalam karya fiksi baik berupa tempat, waktu maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis. Lebih lanjut Leo Hamalian dan Frederick R. Karel menjelaskan bahwa setting dalam karya fiksi bukan hanya berupa tempat, waktu, peristiwa, suasana serta benda-benda dalam lingkungan tertentu, melainkan juga dapat berupa suasana yang berhubungan dengan sikap, jalan pikiran, prasangka maupun gaya hidup suatu masyarakat dalam menanggapi suatu problema tertentu. Setting dalam bentuk terakhir ini dapat dimasukkan ke dalam setting yang bersifat psikologis (Aminuddin, 1987:68). 

Secara rinci Tarigan (1986:136) menjelaskan beberapa maksud dan tujuan pelukisan latar sebagai berikut :
1) Latar yang dapat dengan mudah dikenal kembali dan dilukiskan dengan terang dan jelas serta mudah diingat, biasanya cenderung untuk memperbesar keyakinan terhadap tokoh dan gerak serta tindakannya. 
2) Latar suatu cerita dapat mempunyai relasi yang lebih langsung dengan arti keseluruhan dan arti umum dari suatu cerita. 
3) Latar mempunyai maksud-maksud tertentu yang mengarah pada penciptaan atmosfir yang bermanfaat dan berguna. 
4. Sudut Pandang 

Cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya disebut sudut pandang, atau biasa diistilahkan dengan point of view (Aminuddin, 1987:90). Pendapat tersebut dipertegas oleh Atar Semi (1988:51) yang menyebutkan istilah sudut pandang, atau point of view dengan istilah pusat pengisahan, yakni posisi dan penobatan diri pengarang dalam ceritanya, atau darimana pengarang melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam cerita itu. 

Sudut pandang membedakan kepada pembaca, siapa menceritakan cerita, dan menentukan struktur gramatikal naratif. Siapa yang menceritakan cerita adalah sangat penting, dalam menentukan apa dalam cerita, pencerita yang berbeda akan melihat benda-benda secara berbeda pula (Montaqua dan Henshaw, 1966:9). 
Lebih lanjut Atar Semi (1988:57-58) menegaskan bahwa titik kisah merupakan posisi dan penempatan pengarang dalam ceritanya. 
Ia membedakan titik kisah menjadi empat jenis yang meliputi : (1) pengarang sebagai tokoh, (2) pengarang sebagai tokoh sampingan, (3) pengarang sebagai orang ketiga, (4) pengarang sebagai pemain dan narrator. 

5. Gaya
Gaya adalah cara pengarang menampilkannya dengan menggunakan media bahasa yang indah, harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca (Aminuddin, 1987:72). Hal demikian tercermin dalam cara pengarang menyusun dan memilih kata-kata, tema dan dalam memandang tema atau persoalan, tercermin dalam pribadi pengarangnya. Oleh Karena itu unsur cerita sebagaimana tersebut di muka baru dapat sempurna apabila disampaikan dengan gaya tertentu pula, karena gaya dalam karya sastra adalah bahasa yang dipergunakan oleh pengarang (Suhariyanto, 1982:37). 

6. Tema
Menurut Scharbach dalam Aminuddin (1987:91), tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Tema sebagaimana pendapat Sudjiman (1988:51) merupakan sebuah gagasan yang mendasari karya sastra. Tema kadang-kadang di dukung oleh pelukisan latar, dalam karya yang lain tersirat dalam lakukan tokoh, atau dalam penokohan. Tema bahkan menjadi faktor yang mengikat peristiwa-peristiwa dalam satu alur. 
Tema sebagaimana pendapat-pendapat di atas merupakan pemikiran pusat yang inklusif di dalam sebuah cerita (karya sastra). Kedudukannya menyebar pada keseluruhan unsur-unsur signifikan karya sastra. 

Berikut cara Merinci upaya pemahaman tema sebagai berikut:
1) Memahami setting dalam prosa fiksi yang dibaca 
2) Memahami penokohan atau perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang dibaca. 
3) Memahami satuan peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam prosa fiksi yang dibaca. 
4) Memahami plot atau alur cerita dalam prosa fiksi yang dibaca. 
5) Menghubungkan pokok pikiran-pokok pikiran yang satu dengan yang lainnya yang disimpulkan dari satu-satuan peristiwa yang terpapar dalam suatu cerita. 
6) Menentukan sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkan. 
7) Mengidentifikasikan tujuan pengarang memaparkan ceritanya dengan bertolak dari satuan pokok pikiran serta sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkannya. 
8) Menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkannya dalam satu dua kalimat yang diharapkan merupakan ide dasar cerita yang dipaparkan. 

B. Unsur Ekstrinsik Cerpen
C. Nilai-nilai yang terkadung dalam Cerpen
Penulisnya cerpen tidaklah asal-asalan membuat cerita. Penulis menuangkan idenya berdasarkan sebuah nilai yang ingin disampaikan kepada pembacanya, misalnya nilai moral dan nilai keagamaan. Nilai moral dan nilai keagamaan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Pandangan hidup yang berhubungan dengan moral itu bersumber dari nilai keagamaan. Seseorang bisa dikatakan orang bermoral, karena orang itu beragama. Moral lebih dekat hubungannya antara manusia dengan manusia, sedangkan agama hubungannya antara manusia dengan Tuhan.